Selasa, 25 Februari 2014

iseng hihi

sebenernya gamau nulis sih diblog tp ini iseng aja cmn buat kenangan biar gw inget dehh bagaimana cara membuat ini dan susahnya seperti apa hehehe
sederhana tp maknanya banyak sebenernya... makna buat seseorang tapi gpplah itu cmn kenangan :D
belajar 5x eh langsung bisa hahaha lagian mumpung libur juga mau iseng cari kerjaan buat yang anehaneh biar gabosen sama liburan hehehehe
btw, bentar lagi event javajazz dimulai yeaa ~ harus semangatt meskipun orang yang ditunggu ga nyemangatin #ngaco wkwkwk uda lama juga ga spgan yaaa semoga sukses sampe event javajazz selesaiii Godblessme :D dan sebentar lagi gw akan naik lvl yeaah, harus kebuttttt sebelom batas waktunya selesaiii :DDDDDD

so, i make this for someone but ......... hmmmmmmm ........





sederhana kan ? memang sederhana dari pada gatau harus berbuat apa hehehe yang mau belajar sini private ke rumah :p

Senin, 24 Februari 2014

siapapun yang membacanya ..

ini blog gw, gw berhak nulis apa aja disini hehehe
dan disini gw juga berhak cerita tentang apa aja karna ini blog gw :D so, kalo bagi kalian yang merasa past baca tersindir , sorry .. namanya juga sosmed nyindir 1 kesindir semua x_x pdhl gaada maksud buat nyindir hehehehe
dan bagi yang suka baca sampe bawahbawah gausah heran karena blog gw mempunyai banyak cerita, cerita apapun ada disitu sampe cerita buat orang yang gw sayang baik dulu atau sekarang juga ada :'D jangan mengatakan blog gw lebay, karna sosmed itu untuk umum :D
 btw, yuk isengiseng buka https://soundcloud.com/juanita-wuntoro  :D
Godbless (:

Minggu, 23 Februari 2014

maybe this is the last ..

selamat tanggal 23 :)
happy 3rdmonthsary :) mungkin ini adalah tanggal 23 terakhir yang untuk diucapkan dan mungkin tak'an lagi ada monthsary ditanggal 23 :'D
terimakasih untuk semuanya, mungkin keputusan kamu itu bener..
yaa mungkin akunya yang salah, yang selalu mau dimengerti tanpa mengerti dirimu ..
sudahlah semua sudah berlalu, dan semua juga udah terjadi :D
intinya selama kita bersama, aku gapernah nyesel dan aku selalu senang karna aku sempat jadi bagian dalam dirimu hehehe
mungkin kamu yang terbaik dari yang sebelumnya tapi memang mungkin egois kita masih ada sama diri kita masing-masing ya gabisa berbuat apaapa :'D
semoga dirimu bisa mendapatkan dan menemukan wanita yang lebih baik dari diriku :D
aku tak'an pernah melupakan kenangan ini :'D

Jumat, 14 Februari 2014

happy valentine day's 2014!:)

selamat hari kasih sayang :)

cepet ya udah valentine 2014 ajah hehe yaa valentine 2014 ini beda ajah sama valentine kek biasanya .. contohnya kaya thn kemaren valentine bareng tementemen SMA bagibagi coklat, makan coklat barengbareng wkwkw tapi kalo tahun ini hmm bedaaa bangett .. sepii rasanyaa valentine past liburan ngampusss .. sampe koko gw ajah blg "jua valentine nih mana coklat lu? yahh masa kita gamakan coklat" :') ahhh koyuan bkin terharu wkwkwk

ini buktinya :'( koko kurang ajar sampe dijadiin statuss huhuhu :(

tapi selain itu gw liat ke sosweetan koko gw yg 1lagi si kouten .. dia sosweet dehh .. meskipun yaa udah putus sama ci nad, tp dia masih inget valentine terus kouten belabelain beli boneka, beli tas, beli coklat sama kartu ucapan buat dia aaaaaaaaaaa gw adenya ngeliatnya yaampun kok sosweet gtusihh wkwkw gabiasanya lohh koko gw bgtuu, emg kayaknya emang dia sayang bgt sama ci nad ,, semoga kalian cepet balikan yaaa :)


yang penting masih ada hari esok tetap semangat!
dan selamat hari kasih sayang , ayok berikan kasih sayang kalian buat orang yang paling kalian sayangi! :D

Selasa, 11 Februari 2014

lagu galau *pas dihati*

 Jodoh Pasti Bertemu - Afgan

Andai engkau tahu betapa ku mencinta
Selalu menjadikanmu isi dalam doaku
Ku tahu tak mudah menjadi yang kau pinta
Ku pasrahkan hatiku, takdir kan menjawabnya



reff :

Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu

Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu


Andai engkau tahu betapa ku mencinta
Selalu menjadikanmu isi dalam doaku
Ku tahu tak mudah menjadi yang kau pinta
Ku pasrahkan hatiku, takdir kan menjawabnya


*Jika aku bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu

Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu

Jika aku (jika aku) bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu

Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu

(jika aku bukan jalanmu)
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu



Senin, 10 Februari 2014

JANGAN “NGAMBEK” BERKEPANJANGAN TERHADAP ORANG YANG KAMU KASIHI


            Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga. Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi segalanya sudah terlambat
            Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah mengkhianati cinta yg telah kami buat selama ini, setelah 2 tahun menikah, saya dan suami saya telah setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama. Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.
            Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman utk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya akan dgn sinar matahari, tidak sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-memutar saya seperti adegan film India dan berkata: “Mari, kita jemput nenek di kampung”.
            Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan ke dalam kantongnya. Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.
            Kebiasaan nenek dikampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata pada suami:”Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?” Aku menjelaskannya kepada nenek:”Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira.”Nenek berlalu sambil mendumel, suami berkata sambil tertawa:”Nek, ini kebiasaan orang kota, lambat laun nenek akan terbiasa juga.”
            Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil bunga, dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan, dia selalu tanya itu berapa harganya, ini berapa. Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras. Suamiku memencet hidungku sambil berkata:”Putriku,kan kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga sebenarny.” Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.
            Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yg sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.
            Aku adalah instrukur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku jadi semakin repot, misalnya: dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan dan bisa dijual katanya. Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.
            Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur. Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil membanting pintu dan menangis. Suamikku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak peduli. Aku menjadi kecewa dan marah. “Apa salahku?” Dia melotot sambil berkata:”Kenapa kamu tidak biarkan saja? Apakah memakan dengan piring itu bisa membuatmu mati?”
            Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yg seakan mencemoohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?
            Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:”Lu Di, apakah kamu merasa makanan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?” sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata:”Anggaplah ini sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap pagi.” Aku mengiyakannya dan kembali meja makan yg serba canggung itu.
            Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat suamiku berdiri di depan pintu kamar mandi dan memandangku dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam dan terbengong tanpa bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat demikian!
            Pertama kali dalam pernikahanku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan menjauh….suamiku segera mengejarnya keluar rumah…

Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek

            Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yg kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku berkata:”Lu Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter.” Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir sampai sejauh itu?
            Di pintu masuk rumah sakit itu aku melihat suamiku, 3 hari tidak bertemu dia berubah drastic, muka kusut kurang tidur, aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku terteggun dan memanggilnya. Dia melihat ke arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera memanggil taksi. Padahal aku ingin memberitahunya bahwa kami segera memiliki seorang anak.. dan berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun tetapi…..mimpiku tidak menjadi kenyataan. Di dalam taksi, air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalahpahaman ini berakibat sangat buruk?
            Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam, aku mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan melihatnya melihat dia dgn wajah berlinang dengan air mata sedang mengambil uang dan buku tabungannya. Aku menatapnya dengan dingin tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan untuk meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa membedakan antara cinta dgn uang. Aku tersenyum sambil menitikan air mata.
            Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya. Di kantornya aku bertemu dgn seketarisnya yg melihatku dengan wajah bingung. “Neneknya pak direktur baru saja mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakitt dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku menjerit dalam hati:”Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?”
            Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan pandangan penuh dengan kebencian. Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain, pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin cepat sampai tidak melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar, jika……….dimatanya, akulah penyebab kematian nenek.
            Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alcohol. Aku merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau dimaki-maki olehnya walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat lambat. Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu sama lain. Dia pulang larut makin larut malam. Suasana tegang di dalam rumah.
            Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah cafĂ©, melalui keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan seorang wanita didalam. Dia menyibak rambut sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus berkata apa. Sang gadis melihatku dan kearah suamiku dan segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat sangat keras, setiap detak suara seperti suara menuju kematian. Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika tidak….mungkin aku akan jatuh bersama bayiku di hadapan mereka.
            Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan menjelaskan padaku apa yg telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas dibongkar. Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya. Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbesit suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu tak terjadi ……..semua itu berlalu begitu saja.
            Aku mulai hidup seorang diri, pergi check up kandungan seorang diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check kandungan bersama, hati ini terasa hancur. Teman-teman menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek aku tidak bersalah.
            Suatu hari aku pulang kerja, aku melihat dia duduk di depan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan selembar kertas diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu. 2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata kepadanya: “Tunggu sebentar, aku akan segera menandatanganinya”. Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri jangan menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali tetapi aku harus tetap bertahan agar air mata ini tidak keluar… selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil duduk di kursi, aku mendatangani surat itu dan menyodorkan kepadanya. “Lu Di, kamu hamil?”. Semenjak nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku. Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg mangalir keluar dengan derasnya. Aku menjawab: “Iya, tetapi aku tidak apa-apa. Kamu sudah boleh pergi”. Dia tidak pergi, dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan. Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak bisa kembali.
            Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata: “Maafkan aku, maafkan aku”. Aku pernah berpikir untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di cafĂ© itu tidak akan pernah aku lupakan. Cinta diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah kesengajaan darinya.
            Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yg telah berlalu tidak akan pernah kembali… hanya sewaktu memikirkan bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak menerima semua hadiah pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak menandatangani surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.
            Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku, aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek tetapi aku tidak peduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika aku tidak peduli padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan bertanya apa yg sakit. Dia lalu akan memelukku sambil tertawa terbahak-bahak. Dia lupa………, itu adalah dulu, saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg kumiliki?
            Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu bukan lagi suatu masalah.
            Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera berlari masuk masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia menggenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya. Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?
            Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya…
            Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka matanya……aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah pada sampai stadium mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan sebuah mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata dokter, bersiaplah-siaplah menghadapi kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi peduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang kerumah dan pergi ke kamar nenek lalu menyalakan komputer.
            Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara…… sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak kami. “Anakku, demi dirimu aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah harapanku. Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua bnetuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Di dalam komputer ini, ayah mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan saran ayah.
            “Anaku, selesai menulis surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup bertahun-tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu dan orang yg paling ayah cintai”. Mulai dari kejadian yg mungkin akan akan terjadi sejak TK,SD,SMP,SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap di dalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku. “Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika engkau menangis sewaktu membacasurat ini, berarti kau telah memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini aku tdiak punya kesempatan untuk memberikannya pada anak kita. Pada bungkusan hadiah tertulis semua tahun pemberian padanya”.
            Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya sambil berkata” sayang, bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan hangatnya pelukan ayahnya”. Dengan susah payah dia membuka matanya, tersenyum……..anak itu dalam dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai air mata……
          



by : Ko Anthony:D

ANGEL or DEVIL

“Do you believe in angels? Because if you do, they will protect you from any bad things that could happen to you.” 
 
Mandy terlonjak dari ranjangnya. Dadanya berdebar naik-turun. Kenapa mimpinya begitu aneh? Dia seperti berada di ruang kosong yang sekelilingnya berwarna putih dan ada suara-suara di ruangan itu. Tapi Mandy mengenali suara itu. Suara yang sangat sering terdengar ditelinganya.
 
Ken beranjak dari dalam rumah. Dia hanya mengenakan kaus oblong biru dan celana pendek. Rambutnya yang cepak masih terlihat basah karena baru saja dikeramas. Matanya tertuju pada rumah di sebelah kanannya. Tampak dua laki-laki kurus dengan tubuh penuh tato, keluar dari rumah bercat putih itu. Ken berdecak kesal, lalu segera bangkit dari duduknya di teras rumah dan bergegas menuju rumah tetangganya.

“Mandy.” panggil Ken. Langkah cewek itu spontan terhenti. Dia membalikkan badannya dan mendapati Ken yang sedang berdiri di depan pagar rumahnya.
“Tadi lo ngapain aja sama mereka? tanya Ken, terdengar posesif.
Maklum, sejak kedua orang tua Mandy menjadi amat-sangat sibuk bergelut dengan pekerjaan masing-masing, Ken lah yang menjadi body-guard sekaligus baby-sitter Mandy. Orang tua Chriztel tidak menitipkan Chriztel pada anak tetangga yang lebih tua tiga tahun dari putri mereka. Entah apa yang membuat orang tua Mandy begitu percaya pada Ken.

“None of your bussiness!” Mandy menjawab ketus. Lahir dan tinggal di London selama 8 tahun, membuat refleks bahasa yang terucap olehnya adalah bahasa inggris. Untung saja sejak SMA, nilai bahasa inggris Ken selalu memuaskan, sehingga tak sulit untuk berkomunikasi dengan cewek blasteran ini.

Jauh dalam lubuk hatinya, Mandy tak ingin menjawab seperti itu, tapi dia tidak punya pilihan lain selain berusaha sekeras mungkin menjauhi Ken.
“Ini udah keenam kalinya gue liat mereka keluar dari rumah lo. Sebenernya mereka siapa sih? Temen lo?” Ken masih bersikeras mencari tahu.
“Go away.” kata Mandy dingin, seraya kembali melangkah menuju pintu depan rumah.
Ken menggeleng mantap. “Jawab gue dulu. Mereka temen lo? They don’t seem nice, at all! You should stay away from them!” hardiknya.

Mandy membuka pintu rumahnya, “Gue nggak butuh nasehat lo!!” lalu membantingnya dengan kasar. Ken hanya bisa menatap pasrah pada pintu yang dibanting Mandy. Entah sejak kapan Mandy berubah menjadi seperti ini, menjadi seseorang yang tak dikenalnya. Mandy yang sekarang bukan lah Mandy yang dulu. Bukan Mandy yang berkenalan dengannya lima tahun yang lalu, dimana hari itu adalah hari pertama Mandy memulai kehidupan barunya di rumah yang juga baru.

Ken masih ingat banyak kenangan lucu mengenai cewek itu. Bagaimana Mandy terjatuh ke selokan saat pertama kali mengendarai sepeda, bagaimana Mandy membingungkan guru-guru di sekolah karena bahasa indonesia-nya yang sangat berantakan, dan betapa bahagia ekspresi Mandy saat dapat melafalkan satu kalimat panjang dengan bahasa indonesia yang lancar.
Namun, kini wajah ceria gadis itu berganti menjadi wajah muram penuh tekanan. Sorot matanya memancarkan kekecewaan, sekaligus ketakutan. Entar darimana semua itu berasal, satu yang pasti, Ken akan melakukan apa pun untuk mengembalikan keceriaan Mandy.

Hari ini tidak sama seperti hari-hari kemarin, yang tampak pada wajah Mandy bukan lah pelototan tajam, melainkan kepasrahan yang memancar dari bola matanya.
Cewek itu berdiri mematung. Dia menggenggam tiang-tiang pagar dengan kedua tangannya, sedangkan bibirnya bergerak perlahan.

“Kenapa?” Pertanyaan itu menggantung di sudut bibir Mandy. Ken memandangnya penuh heran sekaligus cemas. Wajah Mandy yang putih bersih, kini nampak lebih pucat dari biasanya.
“Kenapa lo dateng ke sini tiap hari? Gue nggak minta kan? Atau karna orang tua gue?” Mandy menyudutkannya dengan serentetan pertanyaan. Belum sempat Ken menjawab, cewek itu sudah berkata-kata lagi.
“Tadi orang tua gue telpon dan gue udah bilang sama mereka kalau gue nggak butuh lagi body-guard atau baby-sitter. Gue udah bukan cewek ingusan yang lo kenal lima tahun lalu.” sahut Mandy
Ken berusaha menanggapi pernyataan Mandy sebijak mungkin. “Lantas lo siapa kalau bukan Mandy yang selama ini gue kenal?”
Mandy tentu bingung ditanyai begitu. Ken memang tidak seperti cowok kebanyakan. Dia berbeda. Mandy pun sadar akan hal itu.

“Gue… Gue udah berubah.” Mandy menjawab tak rela. Tangan Mandy meremas pagar yang sedang digenggamnya. Ken meletakkan tangannya di atas punggung tangan Mandy. Dia berbisik perlahan. “Kalau lo nggak butuh body-guard atau baby-sitter lagi, boleh nggak sekarang gue jadi temen lo aja?” Mandy menatap Ken penuh tanda tanya. 

Ken tersenyum puas melihat Mandy yang kini sedang duduk santai di teras rumahnya. Butuh waktu yang cukup lama dan kesabaran yang tidak terbatas untuk membujuk Mandy agar mau menghabiskan waktu dengannya seperti dulu. Namun kali ini, Ken berperan sebagai seorang teman bagi Mandy.

Ken masuk ke dalam rumah, lalu keluar lagi dengan tangan membawa nampan yang penuh dengan camilan. Dia menyodorkan sepiring fruit cake kepada Mandy yang langsung menggeleng.
“Nggak heran lo jadi kurus gini. Kenapa nggak mau makan sih?” tanya Ken agak kesal.
“Nggak selera.” jawab Mandy, acuh tak acuh. Mandy bersandar pada sebuah kursi yang terbuat dari rotan. Tiba-tiba saja, keringat mulai mengucur dan kepalanya diserang rasa nyeri yang luar biasa.

“Dy, gue penasaran deh. Lo temenan sama siapa aja sih belakangan ini? Dua cowok kurang gizi itu siapa?” Pertanyaan Ken membuat Mandy tersentak.
Namun dia segera menjawab, “Dua cowok kurang gizi itu namanya Dicky dan Stephen. And yeah, they’re my friends.” sahut Mandy. Hatinya berdebar memikirkan pertanyaan yang selanjutnya akan keluar dari mulut Ken.

Ken menatapnya tak percaya. “Kenapa lo bisa temenan sama mereka? To be honest, they look creepy.”
“Long story.” jawab Mandy singkat. Berterus terang kepada Ken sama saja dengan memberi tahu Ken rahasia terburuk dalam sejarah hidupnya.

Ken menghela nafas mendengar jawaban itu. “Sebenernya masih banyak yang mau gue tanyain, but I’ll save it for later.” Mandy hanya mengangguk tak jelas. Dia memejamkan matanya, berusaha mengusir rasa nyeri di kepalanya yang segan berlalu. Namun, suara Ken membuatnya terusik dan kembali membuka mata.

“Ada yang mau lo ceritain nggak? Kalau ada, ngomong aja. Kita temen kan? A true friend listen to what you say and help you solve your problems.” Mata Ken mengerling jenaka.
Mandy menatap Ken sebentar, lalu mulai mencurahkan isi hatinya. Dimulai dengan helaan nafas yang panjang. “Gue capek… Orang tua gue selalu ngomong hal yang sama ditelepon. Gue nggak boleh keluar rumah malem-malem. Gue mesti jaga kesehatan. Gue mesti rajin belajar, dan lain-lain.” Suaranya penuh dengan keluh kesah. Kadang gue nggak ngerti, sebenernya mereka sayang nggak sih sama gue?”

“Itu pertanyaan bodoh.” kata Ken. Mandy yang merasa tak suka dengan jawaban itu, segera menyanggahnya. “Kenapa bodoh? Coba lo pikir deh. Gimana gue bisa tau mereka sayang sama gue, kalau mereka selalu sebut kata-kata sayang itu di telepon? Gimana gue bisa tau mereka perhatian sama gue, kalau mereka nggak pernah ada di sini buat merhatiin gue? Gimana mereka bisa disebut orang tua, kalau mereka nggak pernah sekali pun bertindak selayaknya orang tua?”

“Lo nggak pantes ngomong gitu, Dy. Mereka punya alasan sendiri untuk bertindak seperti itu. Kita nggak pernah tau apa yang dipikirkan dan direncanakan orang lain kan? Karna jalan pikiran setiap orang beda. Begitu pula dengan orang tua lo. Lagipula, mereka ngelakuin ini semua demi kebaikan lo juga. Mereka cari uang buat lo kan? Itu udah menunjukkan tindakan mereka sebagai orang tua.”

Emosi Mandy meledak lagi ketika mendengar perkataan itu. “Apanya yang demi kebaikan gue sih? Nggak semua hal di dunia ini bisa dibeli pake uang! Lagian, lo kira gue seneng tinggal sendirian begini?” tanyanya.
“Lo kira mereka seneng ninggalin lo sendirian?” balas Ken, membuat pintu hati Mandy terketuk. Mandy mengulang kembali kalimat itu dalam memori pikirannya. Ken is absolutely right! Kalau diingat-ingat lagi, Mama selalu meneteskan air mata tiap berpergian jauh. Walau tak sesering Mama, tapi Papa juga terkadang menangis. Sama seperti anak yang merasa kehilangan ditinggal orang tua, orang tua pun juga merasakan hal yang sama. Itu pasti.

Ken perlahan menyentuh bahu Mandy dengan kedua tangannya. Cewek itu kini terlihat amat lemah. Seakan sedikit sentuhan yang tak bersahabat akan membuatnya hancur berkeping-keping. Ditatapnya lekat-lekat bola mata bulat milik Mandy yang terpadu indah dengan warna cokelat muda.
“Dy, elo yang gue kenal dulu, mungkin memang nggak sama seperti lo yang sekarang, tapi itu nggak membuat lo menjadi orang lain. Lo memang berubah. Tapi lo masih punya kesempatan untuk berubah sekali lagi.”

Cewek itu terperangah dengan pandangan penuh kekaguman. Dia tahu kalau Ken terkenal sebagai ‘the wise guy’. Tapi dia tak pernah menyangka kalau perkataan Ken akan menancap tepat di hatinya seperti ini. Berubah sekali lagi? Mandy tak yakin apa dia sanggup melakukannya atau tidak.

Mandy masih tak beralih dari sosok cowok di hadapannya. Dia menyahut pelan dan lemah. “Masa lalu itu indah banget yah? Nggak kayak sekarang.”
“Itu tergantung dari bagaimana cara lo menjalani hidup lo yang sekarang. Apa sama seperti dulu?”
Mandy hanya tertawa kecil.

“Gue nggak tau gimana persisnya jalan hidup lo sekarang. Tapi feeling gue mengatakan, you are in the wrong way. Cuma feeling sih. Hehehe…” Ken memamerkan sederet giginya yang tertata rapi. Mandy tidak sedikit pun tersenyum. Jantungnya berdebar kala menyadari apa yang dikatakan Ken adalah sepenuhnya benar.
“Tapi…” Mimik Ken tiba-tiba kembali serius. “Kalau lo memang berada di jalan yang salah, gue harap lo mau kembali ke jalan yang seharusnya.”
“Eh…Sorry Dy…Maksud gue bukan nuduh lo.” Ken bingung sendiri kenapa dia berkata seperti itu. Entah mengapa, dia punya firasat yang amat buruk terhadap Mandy.

“It’s ok.” Mandy menyekakeringat. Keringatnya bertambah deras. Matanya juga tiba-tiba mengeluarkan air.
“Lo kenapa Dy? Kok nangis?” Ken menyeka air di pipi Mandy.
Refleks, Mandy menepis tangan itu. “I’m fine.”
“Nggak apa-apa gimana? Jangan lo kira gue nggak sadar yah. Lo tambah kurus, muka lo pucet, dan…kenapa lo keringetan gini sih? Lo kepanasan?” Ken memperhatikan cewek itu dengan seksama.

Mandy mendesah. Dia tak punya waktu untuk beradu argumen dengan Ken. Dia harus segera kembali ke rumah sebelum semuanya terlambat. “I just need a little rest, ok?” Sosok Mandy berlalu begitu cepat.

Mandy mengambil langkah seribu menuju ke ruang dapur. Tangannya yang gemetaran menarik laci paling kiri dan mengambil sebuah bungkusan hitam yang berukuran tidak terlalu besar. Dia merobek bungkusnya, lalu merogoh ke bagian dalam. Ditariknya barang itu keluar. Sebuah alat suntik dengan cairan bening ada di dalamnya. Tidak perlu diragukan lagi siapa yang memberikan suntikan itu.

Semuanya berawal dari satu bulan yang lalu. Saat itu Mandy benar-benar sedang down, sehingga Dicky dan Stephen dapat dengan mudah mengajaknya untuk bergabung dengan mereka. Ternyata mereka mengalami hal yang kurang lebih sama dengan Mandy. Merasa senasib, Mandy pun melakukan apa yang mereka lakukan. Mereka merokok. Mandy juga merokok. Mereka menjadi pemakai obat-obatan terlarang. Mandy pun juga. Bodoh memang. Tapi itu lah manusia.

Mandy menatap suntikan itu. Sejenak dia merasa ragu. Jiwanya seakan ingin berpaling, ingin menemukan kembali jalan kebenaran yang dulu adalah miliknya.
Kringg!! Tiba-tiba telepon di ruang keluarga berbunyi. Mandy berjalan terseok-seok ke arah telepon. Tubuhnya sudah benar-benar mati rasa.

“Ya?” sahut Mandy dengan posisi badan tersungkur ke lantai.
“Halo Mandy.” jawab suara di seberang sana. Suara yang anggun, tapi juga keibuan.
“Kenapa Ma? Mau ceramahin aku lagi?” sahutnya kesal. Mandy berusaha menahan rasa sakit yang sudah menyebar ke berbagai tempat.
“Bukan…Bukan itu, sayang. Mama mau ngasih tau kamu kalau pekerjaan Papa masih belum selesai. Jadi kami belum bisa pulang untuk sementara waktu ini. Maaf yah. Kamu kan sudah besar. Mama yakin kamu bisa mengerti.” tutur Mama, membuat Mandy seketika membeku, baik tubuh maupun jiwanya. Hatinya bertanya-tanya. Kenapa Papa dan Mama nggak kembali ke rumah? Apa mereka lupa hari ulang tahunku besok?

Mandy setengah mati menahan tangisannya yang akan pecah. Dia menyahut dengan suara tertahan, “Yeah… Aku memang sudah besar.”
“Tapi bukan berarti aku bisa mengerti semua hal. Orang dewasa tetap butuh didikan dari orang lain, terutama dari orang tuanya!” ucap Mandy geram. Dia menutup telepon dengan kasar. Tak peduli apa lawan bicaranya masih ingin bicara atau tidak.

Mandy berjalan kembali ke dapur. Tangan kurusnya meraih suntikan berisi heroin yang telah dicairkan. Sekarang sudah terlambat. Terlambat untuk menyadari semuanya. Terlambat untuk berubah menjadi seseorang yang baru. Terlebih lagi, terlambat untuk mengakui semua kebohongan dan rahasia ini pada Ken.

Mandy menusukkan jarum pada alat suntikan itu ke tangan kirinya, tepat di pembuluh darahnya. Entah sudah yang ke berapa kali jarum itu masuk ke jaringan tubuhnya. Mandy sudah tak bisa mengingatnya. Hanya ada satu pertanyaan yang terlintas pada pikirannya saat cairan itu mengalir di sekujur tubuhnya.


Bunyi mobil ambulans memekakkan telinga pasangan yang baru turun dari taksi.
Koper berlabel polo diturunkan dari bagasi taksi. Mama menerobos keramaian di depan rumahnya. Hatinya berdebar penasaran. Begitu pula dengan Papa yang mengikutinya dari belakang.

“Tante! Om!” Mereka sama-sama menoleh dan mendapati Ken dengan wajah yang tak karuan. Wanita itu baru akan bertanya, saat petugas ambulans keluar rumahnya dengan menggotong seseorang yang diselimuti kain putih hingga menutup wajahnya.

“Mandy…” Hanya itu yang mampu terucap dari bibir Mama. Air mata mulai menetes dari bola mata cokelat tua nan indah miliknya. Mama mengguncangkan tubuh yang terbaring kaku tak berdaya itu. Papa berusaha menenangkan Mama dengan merangkul bahunya. Ken menatap serba salah pada pasangan itu. Dia baru akan berbicara, saat sebuah suara menghentikan niatnya itu.

“Mama? Papa?” Bersamaan, keduanya menoleh ke sumber suara.
Tampak Mandy bersandar pada pintu depan rumah. Wajah cewek itu sangat pucat. Matanya merah dan bibirnya kehitam-hitaman. Namun, seperti apa pun rupanya, Papa dan Mama tidak bisa menolak untuk tersenyum bahagia sekaligus lega. Melihat Mandy dalam keadaan baik-baik saja adalah hal yang paling mereka inginkan di dunia ini.

“Siapa orang itu,Mandy?” tanya Papa sambil menunjuk ke arah jasad yang sedang dibawa ke mobil ambulans. Mandy melihat ke arah yang ditunjuk Papa. Tidak akan ada lagi Dicky yang membisikkannya dengan rayuan iblis. Dicky sudah meninggal dunia karena kesalahan yang dibuatnya sendiri.
Di sebelah jasad Paul, tampak Stephen menemani sang teman dengan setia.

Mandy memejamkan matanya sebentar. Kejadian tadi masih membuat jiwanya berguncang. Dia menahan nafas sebentar, lalu menghembuskannya. “Pa, Ma… aku harus ngomong sesuatu. Sebenernya selama ini, aku-”
“Ssstt… Kita ngomongnya nanti aja ya, sekarang…” Mama tersenyum lembut, lalu melirik Papa yang segera merogoh sebuah kotak kecil berlilitkan pita merah muda dari saku kemejanya. Diserahkannya kotak itu pada Mandy.

“Happy sweet seventeen, sayang…” sahut mereka bersamaan.
Senyum mengembang dari wajah Mandy bertepatan dengan tangisnya yang memecah.
Di sela-sela tangisnya, dia berkata, “Maafin aku…Maaf karena aku selalu meragukan kasih sayang kalian. Maaf karena aku udah ngecewain kalian. Maaf karena aku udah merusak diriku sendiri. Maaf…Maaf…” Mandy tak kuasa membendung tangisannya.
Mama membuka lebar kedua tangannya. Mandy tahu apa artinya itu.
Sebuah pelukan hangat, dan dia yakin hanya itu yang dibutuhkannya sekarang.

Dari kejauhan, seorang cowok tersenyum bahagia melihat keindahan reuni keluarga itu.
Dia mengangkat kepalanya menatap langit. “Tugasku untuk melindunginya sudah selesai.”
Kini, tak ada lagi kabut hitam yang mengelilingi tubuh Mandy, yang ada hanya lah kilauan cahaya terang yang menawan. So... Do you believe in angels?


by : Ko Anthony :D

Sabtu, 08 Februari 2014

bahagia itu sederhana ..

ini baru namanya teman! :D
1sekolah dr sd, 1 sekolah dari smp, 1 tempat les, dan akhirnya penentuan kita masingmasing yaitu beda SMA *hanya beberapa yang sama* dan beda tempat kuliah :D
perbedaan engga membuat kita tidak dapat bertemukan? dimanapun kita berada ujungujungnya kita selalu ketemu :D meskipun ketemunya beberapa bulan sekali yagaaa ? ;;)

kalo diingetinget ....

hayoooooooooooo inget ini ga ? ini dikelasku tercinta yaitu 9.2 yeahh~ masamasa kejayaan past SMP kelas 3 , masamasa jaman BAHAGIA BANGET nih hihi :D

inii kalian inget gaaaaaaaaaa ? wkwkwkw inget yang ke musium fatahilah .. ceritanya dulu gw lg suka tuh sama d**s >,< *DULU LOH* terus sangkin senengnya dia ikut gw sampe jatoh ditangga terus kaki bengkakbengkak sampe diurut sama ibu warteg dikasih balsem , ingett gaaaa ? wkwkw gw akan selalu inget ini :') 





yang iniii , ceritanya kita jadi panitia " Tres Anos Para Todos , Farewell Party kelas 9 , 11 juni 2010 "
 inget ga inget gaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ? :D ini pagipagi kita siapin semuanya dekor semuanyaa huaaaaaaaaaaa kangen :')





yuhuuuuuuuuuuuu ~ ini ceritanya ultahnya pak rully sama yumiko *kalo gasalah inget* ini juga setelah kita latihan basket barengbareng :D kangen yaaaaaaaaaaaaaaaaaaa .............



dan yang ini paling ngangenin buangetttttttttt! masamasa kelas 9 :D RETRET di KLATEN JOGJAKARTA aaaaaaaaaaaaaaaaaaa mau dong retret lagiiiiiiiiii :(




dan yang ini AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA gw benerbener dikerjain sama lu padaaaaaaaa .. lu pada bilang kalo si upil sakit, gataunya past gw buka kamar "SURPRISEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE" 
yaaampuuuun ....... meskipun telat 2minggu tapi gua seneng bangettttttttttt , makasih ya teman! I LOVE YOU PULL :D





dan ini masamasa kita kelas 3 SMA, masamasa kita abis UAN kita kumpul barengbareng lagi :D



jangan pernah lupakan ini ya kawankawan hehehehehee :')
apapun yang terjadi, kita tetap SAHABAT