Pada sebuah malam menjelang natal. Malam sangat dingin, salju turun dengan
deras dan angin berhembus dengan kencang. Ada seorang gadis kecil yang sudah
kehilangan mamanya, untuk menghidupi papanya yang sedang sakit, tanpa memperdulikan badai salju
berjalan dijalan yang diselimuti salju menjual korek api.
“Korek api, siapa yang mau membeli korek
api”
Dia tidak memiliki baju hangat, memakai baju
yang sudah kumal dan kepalanya dibungkus sebuah syal yang sudah koyak, diatas
kakinya hanya memakai sepasang sandal tua, dia berteriak menjajakan korek
apinya dijalan, tetapi tidak seorangpun yang memperdulinya.
Semua orang sedang sibuk mempersiapkan kado
natal, dengan gembira dan bersenang-senang, sungguh kasihan gadis malang ini!
Dia mempunyai banyak korek api yang disimpan disebuah keranjang dan tangannya
memegang beberapa batang korek api.
Hari menjelang siang, dia tidak dapat
menjual sebatangpun korek apinya, dalam keadaan lelah dan lapar dia berjalan
terus, butiran salju jatuh diatas rambutnya yang berwarna keemasan, sampai
didepan sebuah rumah yang mewah dia berhenti dan memandang kedalam rumah,
didalam rumah kelihatan pohon natal yang dihias dengan indah, seorang ibu
sedang bermain dengan gembira dengan kedua anaknya, kedua anaknya kelihatan
sangat bahagia, diatas meja terlihat lilin yang berwarna-warni menyala, ada
yang berwarna merah, hijau, putih, ungu, dia paling suka melihat lilin yang
berwarna merah, warnanya sangat kontras diatas meja tersebut.
Melihat keadaan itu, dia teringat kepada
nenek dan ibunya, mereka berdua sangat menyayanginya, tetapi mereka berdua
sudah meninggal, memikirkan kenangan itu gadis kecil ini menangis dengan sedih.
Sambil menangis gadis kecil ini berjalan
disebuah jalan yang besar, tiba-tiba sebuah kereta kuda lewat dan hampir
melanggar dia.
Kereta kuda melintas dengan cepat,
menyemprotkan percikan lumpur kebaju gadis malang ini, sandal gadis ini juga
hilang, sehingga dengan kaki telanjang dia berjalan diatas salju dan berteriak
:
“Korek api, siapa yang mau beli korek api.”
Senja telah tiba, sepasang kaki gadis kecil
ini kedinginan sampai berwarna biru, disepanjang jalan tercium wangian daging
panggang.
“Wah, sungguh enak jadi orang kaya, mereka
sedang mempersiapkan perayaan natal.” Pikir gadis malang ini.
Dia sudah tidak kuat berjalan, badannya yang
lelah menyandar dinding disebuah pertokoan, dia tidak berani pulang kerumah
karena sebatangpun korek api belum
terjual, dirumah juga sangat dingin, karena dari segala arah angin dapat
memasuki rumahnya yang sudah reyot.
Dia kedinginan sampai tubuhnya gemetar
terus, dia sangat ingin menghangatkan tubuhnya walaupun hanya sebentar dengan
sebatang korek api.
Tangannya yang kecil sudah hampir membeku.
Sungguh sangat dingin, dia memutuskan untuk menyalakan sebatang korek api
menghangatkan tangannya yang sedang membeku.
“Sesst “ korek api menyala, dia merasakan
sebuah kehangatan menyelimutinya, nyala korek api menyilaukan, sambil melamun
dia membayangkan dirinya duduk didekat sebuah tungku api, nyala api terlihat
sangat cantik, terasa hangat, dia bermaksud menjulurkan kedua kakinya dekat ke
nyala api, tetapi nyala tersebut dengan cepat sudah padam, tungku api hilang
dari pandangannya. Dia terbangun dari lamunanya, dan melihat hanya bekas
sebatang korek api yang sudah habis terbakar ditangannya.
Dia lalu menyalakan sebatang lagi, korek api
menyala, mengeluarkan cahaya terang,
Nyala korek api yang memantul didinding,
bagaikan ilusi dia melihat sebuah kamar didalam kamar terlihat sebuah meja
makan diatas meja makan terhidang biscuit yang lezat dan daging panggang yang
harum, keadaan ini sangat menarik, dia melihat daging panggang ini melompat
dari piring dan berjalan menuju kearah gadis malang ini. Dia menjulurkan
tangannya, korek api segera redup, tangannya hanya teraba dinding yang dingin.
Dia menyalakan sebatang lagi korek api,
nyala korek api berubah menjadi sekuntum cahaya yang berwarna merah jambu.
Dia merasa dirinya duduk dibawah sebuah
pohon natal besar yang cantik, lebih cantik dari pohon natal yang dilihat tadi
siang, Diatas dahannya terdapat ribuan batang lilin kecil yang cantik sedang
menyala. Gadis malang ini menjulurkan tangannya, korek api padam lagi. Ribuan
batang lilin berubah menjadi bintang-bintang kecil yang terang dilangit.
Diantara bintang-bintang itu sebuah bintang jatuh ke bumi berubah menjadi sebuah
cahaya yang memanjang.
Dia menyalakan sebatang lagi korek api.
Ah, di nyala api dia melihat nenek yang
dirindukan setiap hari, dia melompat ke pelukan neneknya.
“Nenek !” teriak gadis kecil ini, “tolong
bawa saya pergi nenek! Ke tempat yang tidak dingin, dan banyak makanan. Saya
tahu begitu korek api ini padam, engkau sudah tidak kelihatan, seperti tungku
api itu, daging panggang yang wangi dan pohon natal yang indah, saya akan
kehilangan semuanya.”
Akhirnya, gadis malang ini menyalakan semua
korek api yang tersisa, karena dia sangat ingin menahan neneknya disini terus.
Nyala korek api semakin terang, bagaikan
disiang hari, dia melihat neneknya dengan penuh kasih sayang mengangkat dia
kepelukannya, mereka berdua terbang makin lama makin tinggi, terbang kesebuah
tempat yang hangat dan tidak akan merasa kelaparan lagi.
Pada keesokan harinya natal telah tiba, orang-orang
disekitar pertokoan melihat gadis malang ini sedang menyandar di dinding, dengan
wajah kemerahan dan senyuman terlihat sangat bahagia , tetapi dia sudah
meninggal, meninggal dimalam menjelang natal, ditangannya masih tergenggam
korek api yang terbakar.
ini adalah cerita yang di ambil dari buku Renungan bulan Desember GPIB Petra dan diambil dari sebuah blog yang mempunyai banyak cerita fiksi.
semoga dengan cerita ini, kita sebagai manusia yang mempunyai hati dan perasaan bisa saling membantu untuk orang yang sangat membutuhkan .
Tuhan Yesus Berkati :)